Judul Artikel : “Tiga Duh... Tiga Buah Kakao Menyeret Minah ke Meja Hijau...”
Sumber : Harian KOMPAS Kamis, 19 November 2009
Isi :
KOMPAS.com — Inilah ironi di negeri ini. Koruptor yang makan uang rakyat bermiliar-miliar banyak yang lolos dari jeratan hukum. Tapi nenek Minah dari Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas ini harus menghadapi masalah hukum hanya karena tiga biji kakao yang nilainya Rp 2.000. Memang, sampai saat ini Minah (55) tidak harus mendekam di ruang tahanan. Sehari-hari ia masih bisa menghitung jejak kakinya sepanjang 3 km lebih dari rumahnya ke kebun untuk bekerja. Ketika ditemui sepulang dari kebun, Rabu (18/11) kemarin, nenek tujuh cucu itu seolah tak gelisah, meskipun ancaman hukuman enam bulan penjara terus membayangi. "Tidak menyerah, tapi pasrah saja," katanya. "Saya memang memetik buah kakao itu," tambahnya.Terhitung sejak 19 Oktober lalu, kasus pencurian kakao yang membelit nenek Minah itu telah ditangani pihak Kejaksaan Negeri Purwokerto. Dia didakwa telah mengambil barang milik orang lain tanpa izin. Yakni memetik tiga buah kakao seberat 3 kg dari kebun milik PT Rumpun Sari Antan 4. Berapa kerugian atas pencurian itu? Rp 30.000 menurut jaksa, atau Rp 2.000 di pasaran!. Akibat perbuatannya itu, nenek Minah dijerat pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman enam bulan penjara. Karena ancaman hukumannya hanya enam bulan, Minah pun tak perlu ditahan.Dalam surat pelimpahan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dikeluarkan Kejari Purwokerto, Minah dinyatakan sebagai tahanan rumah. Saat ini, Minah sudah menjalani persidangan kedua di Pengadilan Negeri Purwokerto. Kasus kriminal yang menjerat Aminah bermula dari keinginannya menambah bibit kakao di rumahnya pada bulan Agustus lalu. Dia mengaku sudah menanam 200 pohon kakao di kebunnya, tapi dia merasa jumlah itu masih kurang, dan ingin menambahnya sedikit lagi. Karena hanya ingin menambah sedikit, dia memutuskan untuk mengambil buah kakao dari perkebunan kakao PT RSA 4 yang berdekatan dengan kebunnya. Ketika itu dia mengaku memetik tiga buah kakao matang, dan meninggalkannya di bawah pohon tersebut, karena akan memanen kedelai di kebunnya.Tarno alias Nono, salah seorang mandor perkebunan PT RSA 4 yang sedang patroli kemudian mengambil ketiga buah kakao tersebut. Menurut Minah, saat itu Nono sempat bertanya kepada dirinya, siapa yang memetik ketiga buah kakao tersebut. "Lantas saya jawab, saya yang memetiknya untuk dijadikan bibit," katanya.Mendengar penjelasan tersebut, menurut Minah, Nono memperingatkannya bahwa kakao di perkebunan PT RSA 4 dilarang dipetik warga. Peringatan itu juga telah dipasang di depan jalan masuk kantor PT RSA 4, berupa petikan pasal 21 dan pasal 47 Undang-Undang nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan. Kedua pasal itu antara lain menyatakan bahwa setiap orang tidak boleh merusak kebun maupun menggunakan lahan kebun hingga menggangu produksi usaha perkebunen.Minah yang buta huruf ini pun mengamininya dan meminta maaf kepada Nono, serta mempersilahkannya untuk membawa ketiga buah kakao itu. "Inggih dibeta mawon. Inyong ora ngerti, nyuwun ngapura," tutur Minah menirukan permohonan maafnya kepada Nono, dengan meminta Nono untuk membawa ketiga buah kakao itu.Ia tak pernah membayangkan kalau kesalahan kecil yang sudah dimintakan maaf itu ternyata berbuntut panjang, dan malah harus menyeretnya ke meja hijau. Sekitar akhir bulan Agustus, Minah terkaget-kaget karena dipanggil pihak Kepolisian Sektor Ajibarang untuk dimintai keterangan terkait pemetikan tiga buah kakao tersebut. Bahkan pada pertengahan Oktober berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejari Purwokerto.
Analisis Sistem Hukum Indonesia
Dalam pengertian umum Hukum di indonedia didefinisikan sebagai seperangkat kaedah atau ukuran yang tersusun dalam satu sistem, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat yang bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut. Hukum memiliki begitu banyak dimensi dari macam, sumber, tujuan, jenis dan lain sebagainya, untuk itu semua Hakim tidak begitu saja memutuskan kasus itu benar atau salahnya melainkan harus memperhatikan berbagai pertimbangan yang ada, dan melalui prosedur yang ada pula. Berikut ini saya mencoba menganalisis tentang kasus Hukum Minah yang Mencuri Kakao berdasarkan Konsep-konsep Sistem Hukum Indonesia.
· Salah / Tidak Minah & Kakao
Landasan Teori :
Menurut sifatnya hukum dapat didefinisikan menjadi dua yaitu salah satunya adalah bersifat Non Dogmatis artinya adalah bahawa pandangan ini melihatt hukum tidak sekedar sebagai seperangkat kaedah atau atauran belaka, ada norma-norma, moral-moral lain yang perlu dipertimbangkan disamping aturan tertulis itu.
Hukum Pidana merupakan salah satu dari hukum publik yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan/siksaan. Keseluruhan UU pidana yang isisnya menunjukan pristiwa pidana yang disertai dengan ancama hukuman atas pelanggarannya.
Analisis :
Hukum Positif (Dogmatif-Normatif), dalam pengertian yang sudah kita paparkan diatas bahwa hukum Positif ini tidak memandang aspek-aspek lain kecuali yang sudah tertulis dalam undang-undang. Dalam pandangan obyektif bahwa yang dilakukan Minah yaitu memetik atau mengambil buah kakao tanpa ijin dari yang punya merupakan tindak pencurian. Atas dasar ini lah sesuai dengan Pasal 21 & Pasal 47 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang berbunyi
“Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset lainnya, penggunaan tanah perkebunan tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan.” (pasal 21)
Ayat 1. “Setiap orang yang dengan sengaja melanggar larangan melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset lainnya, penggunaan lahan perkebunan tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”. Ayat 2 “Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset lainnya, penggunaan lahan perkebunan tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)”. (pasal 47)
Dari undang-undang tersebutlah maka tindakan minah terjerat Hukum Pidana, Pasal 362 KUHP, yang berbubyi :
“Barang siapa yang mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum diancam karena pencurian dengan pidana penjara maksimum lima tahun.”
Dari landasan undang-undang perkebunan yang berimplikasi terjeratnya Pidana Pasal 362 KUHP berdasarkan Hukum posistif yang hanya memperhatikan hukum tertulis yang ada di undang-undang maka Minah Benar adanya bersalah dan harus di hukum sesuai persedur yang ada , maka minah mendapatkan hukuman 6 blulan penjara (Normatif). Namun melihat dari sifat Hukum Non Dogmatis maka, ada pertimbangan-pertimbangan lainnya yang menyebabkan terdakwa diberi keringannan hukuman, hukum ini tidak hanya melihat dalam hukum tertulis tapi aspek moral yang ada diluar itu. Akan dijelaskan dalam sub bab pembahasan selanjutnya.
· Pertimbangan-Pertimbangan
Landasan Teori :
Menurut sifatnya hukum dapat didefinisikan menjadi dua yaitu salah satunya lagi Hukum bersifat Dogmatif-Normatif artinya adalah Hukum Hanyalah apa yang diproduksi oleh Negara yaitu hukum positif, maksudnya adlah hukum merupakan apa yang tertulis dalam undang-undang, di luar itu merupakan bukan hukum.
Analisis :
Melihat dari kasusnya Minah bahwa apabila ditinjau hanya dari Hukum positif yang sangat bersifat Normatif tanpa memperhatikan aspek-aspek diluar hukum tertulis maka akan sangat tidak adil mengingat terdapat nilai-nilai moral di luar itu, untuk itu perlu tinjauan lain guna untuk meringankan yaitu melalui Sifat Hukumnya yang satunya yaitu Dogmatif-Normatif, disini akan ditinjau tidak hanya pandangan normatifnya saja melainkan juga terhadap aspek-aspek moral yang ada dalam hukum positif itu. Berikut aspek-aspek moral yang perlu diperhitungkan antaralain :
- minah telah lanjut usia
- dia adalah petani kakau lanjut Usia
- tiga butir kakao sangat berarti bagi Minah, dan tidak berarti apa-apa bagi perusahaan.
- disamping itu minah buta huruf dan tidak tau tentang Hukum
pertimbangan-pertimbangan ini lah yang di ambil oleh pak Hakim untuk meringangkan hukuman Minah.
· Putusan Hakim
Landasan Teori :
Berdasarkan Sistem Hukum Eropa Kontinental yang dijadikan dasar perumusan hukum yang dianut Indonesia bahwa poin-poin tindakan Pak Hakim nya adalah :
- Hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat.
- Hakim berfungsi untuk menetapkan dan menafsirkan peraturan dalam batas wewenang.
Analisis :
Dalam landasan teori diatas bahwa jelas adanya hakim tidak boleh sewenang-wenang terhadap kasus yang dihadapi, semua penyelesaian masalah harus dilakukan secara procedural walaupun Hakim sempat menangis tapi siding kasus minah tetap di lanjutkan denagn juga memperhatikan nilai moral yang ada di luar hukum positif yang ada. Dengan memperhatikan nilai moral yang ada lewat pertimangan-pertimabangan maka minah hanya dijerat 1,6 bulan hukuman (tahanan rumah).
· Kesimpulan & Ajaran Moral
Dari kasus Minah ini menunjukan bahwa tidak hanya Hukum Positif saja yang digunakan untuk melakukan tinjauan terhadap kasus yang dialaminya melainkan juga hukum yang bersifat non Dogmatis juga digunakan guna mempertimbangakan unsure-unsur diluar hukum tertulis. Disamping itu hakim juga tidak mempunyai kewenangan secara mutalk untuk membuat hukum, hakim dalam menghadapi kasus-kasus yang ada juga harus sesuai perosedural sesuai Sistem Hukum Indonesia.
Dari kasus mina ini pelajaran yang dapat dipetik adalah kegigihan seorang nenek tuah dengan jarak pengadilan negeri dan rumahnya cukup jauh, dia berusaha tidak menghindar dari persidangannya dan tidak mengelak untuk diminta pertanggungjwaban atas masalah yang sekecil ini, coba refleksikan terhadap para elit-elit birokrat kita yang justru berusaha menghindar ketika dimintai pertanggungjawaban atas kasus yang mereka alami misalnya korupsi. Betapa memaluhkannya mereka.
No comments:
Post a Comment