Berikut ini adalah beberapa perbedaan Pengelolaan Keuangan Negara Orde Baru dengan Pasca-Orde Baru :
1. Hubungan Kelembagaan Lembaga Negara (Amandemen UUD)
Dalam era Orde Baru UUD sangat bersifat executive heavy dimana hubungan antar lembaga negara didominasi oleh peran presiden sebagai kepala negara dalam memutuskan sesuatu. Pemerintahan yang sentralistik peran dewan perwakilan rakyat hanya sebagai penyetempel keingginan penguasa. tidak adanya sistem check & Balance diantara lembaga-lemaga pemerintah semakin memperparah kondisi keuangn negara saat itu. Dengan masuknya pada era reformasi amandemen secara bertahap telah dilakukan, membuat kondisi yang setara anatarlembaga negara. Peran eksekutif tidak bisa sebebas dulu pada masa ordebaru.
2. Personalisasi Keuangan Negara
Buruknya kualitas akuntabilitas sektor publik berimbas pada sektor privat. Praktek KKN tumbuh subur melalui simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) antara penguasa korup dengan konglomerat hitam pada saat itu. Perselingkuhan kronis tersebut akhirnya berakibat krisis ekonomi pada tahun 1998 yang berujung pada jatuhnya rezim Orde Baru. Rapuhnya fundamental ekonomi menyebabkan krisis seakan tak pernah berakhir hingga saat ini. Ditambah lagi dengan contingent liability yang terpaksa ditanggung pemerintah melalui progam penyehatan perbankan nasional. Pemberian BLBI kepada bank-bank sakit tersebut berujung pada meningkatnya beban APBN dalam bentuk bunga obligasi rekapitalisasi.
3. Adanya Desentralisasi / Otonomi
Pada masa orde baru, pemerintahan yang sangat sentralistik mengakibatkan adanya ketimpangan pendapatan dan pengelolaan antara keuangan daerah dan pusat. Sumber daya yang cukup potensial yang dimiliki oleh daerah sebagian besar dikirim ke pusat, sehingga daerah mempunyai ketergantungan yang tinggi kepada pusat. Ancaman disintegrasi bangsa semakin meningkat pada akhir tahun 1999 dan awal tahun 2000. Era reformasi melahirkan kebijakan desentralisasi sebagai angin segar pemerintahan daerah. Dengan desentralisasi ini berarti pemerintah daerah memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan.
4. Transparansi dan akuntabilitas fiskal
Perbaikan transparansi dan akuntabilitas fiskal merupakan salah satu kunci bagi keberhasilan perombakan sistem sosial yang dilakukan selama era reformasi. Dalam era Orde baru transparansi dan akuntabilitas pemerintahan terpuruk. tidak adanya informasi tentang aset dan hutang negara, dan pengungkapan laporan keuangan pemerintah yang tidak konsisten dan tidak memadai. Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemerintah era reformasi telah melakukan koreksi secara menyeluruh. Salah satu upaya yang dilakukan menyusun paket undang-undang keuangan negara yaitu: Undang-undang (UU) nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU nomor 01 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
5. Tugas dan Peranan BPK
Sebagaimana dengan lembaga negara lainnya, BPK di masa pemerintahan otoriter masa lalu, adalah berada di bawah pengaturan pemerintah. Pada waktu itu, pemerintah mengatur BPK melalui pembatasan objek pemeriksaannya, kontrol organisasinya, kontrol anggarannya, kontrol personil termasuk karyawannya maupun pengawasan atas pemilihan metoda pemeriksaan serta isi laporan pemeriksaannya. UU Pajak yang diintrodusi pada masa Orde Baru mencegah BPK untuk mengaudit penerimaan negara dari perpajakan. Melalui kontrol seperti itu, BPK di masa lalu tidak lebih dari tukang stempel keinginan pemerintah. Berkat kerja keras Panitia Kerja (Panja) Undang-Undang itu dan Komisi XI DPR serta Pemerintah, UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK telah dapat diterbitkan dalam masa satu tahun pembahasan untuk menggantikan UU No. 5 Tahun 1973. Penerbitan UU baru itu telah memulihkan kembali independensi dan kemandirian BPK secara formal. Independensi BPK bukan saja menyangkut organisasinya yang secara formal berada di luar cabang eksekutif, legislatif maupun judikatif pemerintahan. Selain memulihkan hak independensi dan kemandirian BPK, UU No 15 Tahun 2006 tersebut sekaligus semakin membuka BPK agar juga menjadi transparan dan akuntabel.
6. Mekanisme Penyusunan Anggaran
Sistem keuangan masa Orde Baru adalah merupakan sistem kuno, warisan dari kolonial yang menggunakan single entry dimana tidak ada suatu standar pencatatan transaksi Pemerintah untuk keperluan anggaran. Didasarkan atas pengeluaran tunai (berbasis kas) selama tahun anggaran, kewajiban konjensi Pemerintah tidak tercermin dalam APBN Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan membuat Laporan pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan melaporkannya dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara (RUU PAN) yang paling lambat lima belas bulan setelah berakhirnya pelaksanaan APBN tahun anggaran bersangkutan.
Sejak disahkannya UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pengelolaan APBN mengalami perubahan dalam proses penganggaran dari sejak perencanaan hingga ke pelaksanaan anggaran. Perubahan tersebut dilakukan karena dalam proses penganggaran yang selama ini berlaku mempunyai banyak kelemahan.
7. Peran lembaga Non Pemerintah dan Civil Society
Berbeda dengan pemerintahan era Orde Baru, di era reformasi berbagai lembaga Non Pemerintahan diberi ruang untuk menjaga jalannya pemerintahan khususnya dalam tranparansi penganggaran. Tidak seperti pada era orde baru dimana lembaga-lembaga dan media non pemerintahan dibungkam, serta pengendalian keuangan berdasarkan sistem pengendalian internal. Civil society di era reformasi memiliki peran strategis dalam mengontrol kinerja pemerintahan terutama dalam hal pengelolahan anggaran. Upaya Pemberantasan Korupsi dengan melaporkan dugaan tindakan kriminal kepada penegak hukum; Kepolisian; Kejaksaan Agung/ Tim Tastipikor dan KPK, hal ini dapat membantu pemerintah mengimplementasikan paket UU tentang keuangan negara.
No comments:
Post a Comment