Desentralisasi Politik dan Fiskal
Desentralisasi sesungguhnya merupakan alat atu instrument yang dapat digunakan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif dan partisipatif (Tanzi, 2002). Secara garis besar, pengertian desentralisasi dibedakan dalam tiga jenis sebagai berikut (Litvack, 1999) :
· Desentralisasi Politik, Pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada daerah yang menyangkut aspek pengambilan keputusan, termasuk penetapan standard dan berbagai peraturan.
· Desentralisasi administrasi, merupakan pelimpahan kewenangan, tangung jawab, dan sumber daya antar berbagai tingkat pemerintahan.
· Desentralisasi fiskal, merupakan pemberian kewenangan kepada daerah untuk mengali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintah yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin dan investasi.
Ketiga jenis desentralisasi ini memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dan merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan dilaksanakannya desentralisasi, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Desentralisasi politik merupakan ujung tombak terwujudnya demokratisasi dan peningkatan partisipasi rakyat dalam tataran pemerintahan. Sementara itu, desentralisasi administrasi merupakan instrument untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, dan desentralisasi fiskal memiliki fungsi untuk mewujudkan pelaksanaan desentralisasi politik dan administrasi melalui pemberian kewenangan di bidang keuangan.
Apabila merujuk pada pengertian di atas, pelaksanaan desentralisasi di Indonesia melibatkan ketiga jenis desentralisasi tersebut, sehingga setiap ada kebijakan desentralisasi politik dan administrative selalu diikuti oleh kebijakan desentralisasi fiskal. Dari sisi desentralisasi politik, ada satu perkembangan politik yang fundamental yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, hal ini ditandai dengan adanya pemilihan kepala daerah (pilkada), baik pemilihan gubenur maupun bupati/wali kota. Sementara itu dari sisi desentralisasi administrasi, telah diatur pembagian kewenangn antar tingkatan pemerintah daerah dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah. Dengan adanya pengaturan tersebut diharapkan agar ada jaminan kepastian bagi penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat.
Adanya pelimpahan kewenangan dan adanya pembagian kewenangan selanjutnya akan melibatkan pembagian keuangan antarlevel pemerintahan, atau yang dikenal dengan desentralisasi fiskal. Konsep desentralisasi fiskal yang dikenal selama ini sebagai “money follows function” (Bahl, 1998) mensyaratkan bahwa pemberian tugas dan kewenangan kepada pemerintah daerah akan diiringi oleh pembagian kewenangan kepada daerah dalam hal penerimaan/pendanaan. Hal ini berarti bahawa hubungan keuangan pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab daerah data dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada.
Pentingnya dalam kedua desentralisasi tersebut adalah pemeberian suatu tanggung jawab yang semakin besar kepada daerah harus diikuti dengan kemampuan daerah untuk memenuhi tingginya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang semakin baik. Untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam mendanai kebutuhan pengeluarannya, dan sekaligus untuk meningkatkan akuntabilitas daerah, perlu upaya penguatan kemampuan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang termanisfeskan kedalam desentralisasi fiskal.
Contoh Kasus
Mekanisme kebijakan transfer ke daerah, sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, diwujudkan dalam bentuk dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Selain dana desentralisasi tersebut, daerah juga memiliki sumber dana sendiri berupa pendapatan asli daerah (PAD). Besarnya transfer dana yang berada di daerah dan kemudian peningkatan potensi PAD sebagai sumber dari APBD masing-masing pemerintahan daerah. Keberhasilan suatu daerah dalam mewujudkan kesejagteraan masyarakat sangat bergantung pada kebijakan masing-masing pemerintah daerah yang dapat dilakukan melalui alokasi sumber-sumber pendanaan.
Di Jawa Timur misalnya, Gubernur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo, mempunyai program APBD untuk Rakyat. APBD ini dialokasikan pada isu strategis yang menjadi fokus perhatiannya untuk dicarikan jalan keluar melalui berbagai program pembangunan. Lima isu itu adalah masih rendahnya aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan, terbatasnya peluang kesempatan kerja, adanya ketimpangan atau disparitas antar wilayah, rendahnya daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi makro yang belum mencerminkan kondisi mikro ekonomi.
Dengan menetapkan titik acuan, khususnya indikator di bidang sosial dan ekonomi, dirinya kemudian melakukan empat strategi pembangunan, yakni pembangunan berpusat pada rakyat melalui pendekatan partisipatoris, keberpihakan pada pengentasan kemiskinan, pemberdayaan perempuan, dan pertumbuhan ekonomi. Berbagai program yang telah dilakukannya selama ini, diantaranya adalah peningkatan aksesibilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, renovasi rumah tidak layak huni, pemberdayaan usaha mikro kecil dan menegah, bantuan peralatan pertanian, hingga stablisasi harga komoditas pertanian khususnya gula.
terima kasih. artikelnya sangat membantu :)
ReplyDeletesama-sama mas...!
ReplyDeletebanyak artikel yang belum sempat saya Posting.
semuanya kebanyakan kumpulan tugas sama Ujian saya.
terimakasih banyak, artikel sangat terbantu.
ReplyDeleteAlangkah baiknya contoh kasusnya lebih detail.
Terima kasih atas artikelnya :D
ReplyDeleteBenar" sangat membantu :*
makasih bangeet artikelnya!
ReplyDelete