August 22, 2009

SOSIOLOGI POLITIK (Aktor Politik, Struktur Sosial, dan Relasi Kekuasaan)

Banyak pengertian dari berbagai filsuf tentang sosiologi mulai dari interaksi masyarakat, proses, hasil, struktur sosila, kelompok-klompok, individu dan sebagainya. Dapat di tarik dalam satu benang merah bahwa secara garis besar Sosiologi mempelajari dan memusatkan pada Masyarakat dan Individu. Demikian juga dengan Politik, apabila kita tinjau dari pengertiannya banyak prespektif-prespektif yang menerangkannya mulai dari pandangan klasik, kebaikan bersama, konflik, mencapai kebaikan bersama dan lain sebagainya. Lalu Bagaimana dengan Sosiologi Politik ? melihat dari pengertian sebelumnya tentang Sosiologi dan Politik maka kedua istilah ini sangatlah berhubungan yang satu sebagai Aktor dan yang satu sebagai suatu Cara, dimana aktor tersebut menjalankan suatu cara untuk memperoleh prubahan social yang diinginkan atau membentuk struktur sosial. Singakat kata bahwa sosiologi politik merupakan hubungan diantara masyarakat dan politik dengan sudut pandang yang mencoba menekankan pada aktor-aktor politik (partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, dan gerakan sosial) membentuk suatu perubahan sosial dan sebaliknya.
Dalam pembahasan pertama ini, kami mencoba untuk menjelaskan tentang Aktor-aktor politik yang terdiri dari Partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan yang mempengaruhi gerakan sosial yang ada membentuk perubahan sosial dan struktur sosial. Berikut ini kami mencoba untuk menjelaskan ketiga Aktor politik tersebut beserta perbedaannya antara yang satu dengan yang lain.
Pertama, kita mulai dari Partai Politik, partai politik merupakan sarana bagi warga Negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolahan Negara, berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatuhkan orang-orang yang memiliki pemikiran yang serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa di konsolidasi, sehingga pengaruh terhadap pembuatan dan pelaksanaan keputusan bisa lebih besar.
banyak para ilmuan politik diantaranya J. Friedrich, Sigmund Neumann, Giovani Sartori dan masih banyak lagi yang lain membuat definisi tentang partai politik. Dari pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh tersebut dan konsep dasar terbentuknya partai politik dapat kami tarik kesimpulan bahwa Partai politik merupakan kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. Alternatif kebijakan umum yang disusun ini merupakan hasil pemaduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat, sedang cara mencari dan memepertahankan kekuasaan guna melaksanakan kebijakan umum dapat melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah.
Ditinjau dari sosiologi politik partai politik merupakan sarana yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideology sosial dengan lembaga-lembaga pemerinathan yang resmi. Fungsi tersebut dapat tercermin dalam sebagai komunikasi politik, sosialisasi politik, rekruitmen politik, dan pengatur konflik biasanya dalam Negara Demokrasi.
Kedua, kelompok kepentingan. dalam Demokrasi orang baru menyadari bahwa suara satu orang sangat kecil pengaruhnya dalam Negara yang berjumlah penduduk yang sangat besar. Sehingga melalui pengabungan diri dengan orang lain menjadi satu kelompok diharapkan tuntutan mereka akan lebih didengarkan, sehingga dapat memepengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah agar setidaknya dapat menguntungkan kelompok tersebut. Kelompok-kelompok ini yang biasa disebut kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan ini juga terdapat dalam pemikiran T. Tarrow, Marcus Ethridge, Howard Handelman dan masih banyak lagi. Yang dapat kami simpulkan pengertian secara umumnya bahwa kelompok kepentingan merupakan Suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, keinginan yang sama dan mereka melakukan kerjasama untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah demi tercapainya kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, dan keinginan-keinginan tersebut.
Dalam beberpa buku seperti dalam buku ”Pengantar Ilmu Politik” Ramlan Surbakti, di jelaskan bahwa partai politik merupakan salah satu manifestasi dari kelompok kepnetingan ini. Namun dalam buku ”Dasar-Dasar Ilmu Politik” Miriam Budiarjo, menjelaskan bahwa kelompok kepentingan bersifat longar dari partai politik, kelompok ini tidak memperjuangkan kursi dalam parlemen. Menganggap bahwa badan itu atau Partai politik sudah berkembang menjadi terlalu umum sehingga tidak sempat mengatur maslah yang lebih spesifik, sehingga kelompok ini fokus pada masalh tertentu saja.
Ketiga, Kelompok penekan, pada dasarnya konsepnya hampir sama dengan kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan sebelumnya juga bisa disebut sebagai kelompok penekan, karena berkembangnya zaman, maka timbullah pemikiran bahwa tidak semua kelompok kepentingan cenderung menekan. Sehingga sekarang dibedakan antara kelompok kepentingan dan kelompok penekan. Kelompok penekan Secara sengaja mengelompokkan diri untuk suatu tujuan khusus, setelah itu bubar, dan secara khusus pula berusaha mempengaruhi/menekan pejabat pemerintah untuk menyetujui tuntutan mereka. Contohnya Forum penyelamat bangsa.
Kelompok penekan biasanya terdiri dari sekumpulan orang pemikir, mereka terbiasa mengadakan diskusi mengevaluasi keadaan negara, mengkritiks jalannya pemerintahan, menuangkan gagasan-gagasan perbaikan keadaan, kemudian hasil pemikirannya yang biasanya berupa kritik-kritik tajam, sering disampaikan kepada pemerintah, atau lembaga-lembaga negara lainnya. Dari hasil pemikiran ini ternyata mempunyai dampak luas atas perubahan opini masyarakat terhadap pemerintah, sehingga pemerintah mulai memperhitungkan pengaruh kelompok pemikir ini, maka kelompok pemikir demikian ini bisa juga dikatakan sebagai memiliki kekuatan politik kolektif informal.
Dari ketiga pengertian diatas sebenarnya sudah jelas perbedaan antara ketiganya. Namun kami coba untuk meringkasnya kemabali. Pertama dilihat dari segi keberadaany dalam pemerintah. Partai politikada karena memang benar-benar ingin merebut kekuasaan yang ada dan mempertahankannya dan mengunakannya untuk kebaikan bersama melalui orientasinya dan sarana penghubung antara masyarakat dan pemerintahan, sedangkan kelompok kepentingan berusha mempengaruhi kebijakan-kebijakan agar lebih menguntungkan anggotanya. Selanjutnya apabila kelompok penekan ini sifatnya hanya sementara, berusaha memepengaruhi pemuatan kebijakan agar sesuai pandangannya dalam menentukan kebaikan bersama maupun menciptakan opini public.
Selanjutnya dari segi sifatnnya Partai Politik bersifat Formal karena memang keberadaannya sangat memepengaruhi kebijakan-kebijakan apa yang nantinya akn dibentuk, sedangkan kelompok kepentingan ini dapat bersifak Formal maupun informal, karena ada kelompok kepentingan yang termanifestasi dalam bentuk partai contoh partai buruh, ataupun hanya kelompok-kelompok biasa api tetap tujuannya sangat spesifik yaitu paling tidak menguntungkan kelompoknya saja. Selanjutnya Kelompok penekan bersifat Informal, karena sifatnya hanya sementara.
Sedangkan dilihat dari tujuannya Partai Politik tujuan yg lebih terbatas, ingin melakukan perubahan ideologis. Kelompok penekan: tujuan terbatas untuk mempengaruhi kebijakan, tidak berusaha menempatkan wakil di parlemen. Kelompok kepentingan: tujuan dan orientasi lebih sempit, lebih berjangka-panjang jika dibanding kelompok penekan.
Setelah kita mengetahui tentakng Aktor selanjutnya kita melangkah pada Struktur Sosial tidak hanya dibentuk oleh Aktor itu sendiri namun juga membentuk Aktor itu. Struktur sosial itu sendiri berarti tatanan sosial yang terdapat dalam masyarakat yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya dapat vertical maupun horizontal. Struktur sosila dapat juga berarti keseluruhan kompleksitas yang berbasis kelas, ras, etnisitas, gender, nasionalitas, dan globalitas. Namun struktur sosila semacam inilah yang menghasilkan ketidaksetaraan dalam masyarakat yang pada gilirannya membentuk struktur dan relasi kekuasaan di antara aktor-aktor politik. Sebelum kita membahas kenapa ketidak setaraan tersebut dapat terjadi, berikut di jelaskan secara singkat pengertian dari kelas, ras, etnisitas, gender, nasionalitas, dan globalitas.
Kelas sosial atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis (atau stratifikasi) antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Biasanya kebanyakan masyarakat memiliki golongan sosial, namun tidak semua masyarakat memiliki jenis-jenis kategori golongan sosial yang sama. Berdasarkan karakteristik stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Ras adalah suatu kelompok manusia yang agak berbeda dengan kelompok-kelompok lainnya selain dalam segi ciri-ciri fisik-bawaan, juga ditentukan oleh pengertian yang digunakan oleh masyarakat. perbedaan masyarakat atas dasar ras bisa didasarkan atas perbedaan ciri fisik maupun sosial Para ahli antropologi fisik umumnya membedakan ras berdasarkan lokasi geografis, ciri-ciri fisik--seperti warna mata, warna kulit, bentuk wajah, warna rambut, bentuk kepala--dan prinsip evolusi rasial.
Etnisitas merujuk kepada bangsa manusia. Dari perkataan etnik terhasil perkataan etnologi, yang merujuk kepada salah satu daripada cabang bidang sains antropologi, yang mengkaji rumpun bangsa manusia dan pelbagai aspek kebudayaannya serta perhubungan antara satu bangsa dengan yang lain. Kumpulan etnik ialah sekumpulan manusia yang ahlinya mengaitkan diri sesama sendiri, biasanya atas sebab salasilah dan keturunan yang sama. Di Indonesia, misalnya, kita mengenal ada etnik Jawa, Ambon, Madura, Cina, Minang, Batak, dan sebagainya. Gender Di dalam masyarakat primitif dan tradisonal, perbedaan jenis kelamin merefleksikan perbedaan hak dan kewajiban di mana kedudukan perempuan dalam banyak hal ditempatkan lebih rendah daripada laki-laki Tetapi, seiring dengan meningkatkan gerakan emansipasi dan makin meningkatnya jumlah keterlibatan kaum perempuan dalam sektor publik telah menyebabkan makin menguatnya tuntutan agar antara perempuan dan laki-laki ditempatkan dalam kedudukan yang sejajar.
Dan yang terakhir adalah Nasionalitas dan Globalitas. Globalitas belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Sedangkan Nasionalitas merupakan sedikit bertolak belakang dengan Globalitas yaitu satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Tentu saja dua istilah ini sedikit bertentangan, di salahsatu sisi ingin mempertahankan ke lokalannya, dan disisi lain ingin membentuk suatu ke universalan. Hal ini tentu sangat memicu ketidaksetaraan sosial.
Bagaimana beberaa istilah tersebut dapat menimbulkan ketidak setaraan dalam masyarakat ? pertama, dalam proses sosiologi itu sendiri terdapat dua proses yang dapat mempengaruhi kecenderungan prilaku kelompok dalam hal ini Aktor politik yaitu Intergrasi dan deferensiasi sosial. Keduanya memang saling berlawanna, intergrasi penyatuan, dan disintegrasi pemisahan. Disintegrasi ini lah yang mempunyai kecenderungan ke arah perkembangan sosial yang berlawanan seperti pembedaan menurut ciri-ciri biologis antar manusia, atau atas dasar agama, jenis kelamin, dan profesi. Tentu perbedaan disinilah yang mengakibatkat ketidak setaraan sosial. Adanya gab antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Kenapa hal ini muncul ? pertama muncul karena ketimpangan distribusi dan kelangkaan barang berharga yang dibutuhkan masyarakat, seperti uang, kekuasaan, pendidikan, keterampilan dan semacamnya. Hal ini biasanya terdapat pada perbedaan kelas, misalnya kelas pedagang dengan kelas bangsawan. Kedua muncul karena pembagian kerja, perbedaan agama, ras (pengelompokan individu atas dasar ciri fisik), etnis (pengelompokan individu atas dasar ciri persamaan kebudayaan, seperti bahasa, adat, sejarah, sikap, wilayah), atau perbedaan jenis kelamin.
Hal ini terjadi bukan karena ketidak seimbangan antar kelompok tetapi lebih karena sifat dari masyarakat tiu sendiri yang pluralistik yang didalamnya tentu terdapat berbagai perbedaan. Sehingga ketidak setaraan sangat mungkin terjadi. Selama ketidaksetaraan ini masih tetap fungsional ketidak puasan, dan perselisihan dalam masyarakat sangat mungkin terjadi.
Menganut dari konsep ketidaksetaraan tersebut akibat dari perbedaan mengakibatkan terjadinya relasi kekuasaan antar aktor politik. Disinilah peran sosiologi politik untuk menghubungkan berbagai kelompok sosila yang terbagi dalam ruang-ruang tertentu. Sosiologi politik berusaha menjelaskan konsep-konsep kunci seperti kekuasaan, kewenangan, ideology,dan kewenangan. Beberapa istilah ini sangat berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelomppok untuk mengaruhi perlaku atau kelomppok lain, sesuai dengan keinginan pelakunya. Kekuasaan politik dan tujuan politik merupakan salah satu hal yang tidak dapat dilepaskan. Tujuan politik ersebut tercermin dalam keputusan-keputusan yang di ambil lewat kekuasaan yang dipunyai. . Pengambilan-pengambilan keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh Ideologi dan Hegemoni yang ada. Ideologi merupakan serangkaian Nilai (Norma) atau sitem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat dalam hal ini adlah Aktor politik sebagai suatu wawasan atau pandangan Hidup. Melihat pengertian ini tentu saja sangat mempengaruhi penggunaan dari kekuasaan yang ada, mengingat ideology dapat di ibaratkan menjadi patokan untuk menentukan suatu keputusan, atau melihat situasi yang ada.
Selanjutnya Hegemoni, hal ini juga sangat mempengaruhi penggunaan kekuasaan tersebut, dan juga dapat mempengaruhi suatu ideology yang ada. Hegemoni adalah dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense). Basanya kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari kelompok dominan (the ruling party, kelompok yang berkuasa). Hegemoni diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi kelompok dominan dapat menyebar dan dipraktekkan. Nilai-nilai dan ideologi hegemoni ini diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak dominan sedemikian sehingga pihak yang didominasi tetap diam dan taat terhadap kepemimpinan kelompok penguasa. Hegemoni bisa dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan.
Semua itu biasanya tercermin atau dapat direfleksikan kedalam hokum dan tradisi sehingga nilai-nilai yang ada yang mau disampaikan dengan mudah dapat tertransformasi kedalam masyarakat. Biasanya ini disebut sebagai kekuasaan yang resmi atau suatu kewenangan, dimana kekuasaan tersebut ada dasar pembenarannya.