March 26, 2009

Logika Perilaku Politik

Fenomena politik pada dasarnya tergantung pada perilaku manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota suatu kelompok atau kelas. misalnya pembentukan undang-undang dipahami oleh pendekatan Perilaku atau Behaviorlism hasil dari anggota kongres atau produk dari anggota DPR.

Hukum dasarnya, melihat pada logika tersebut,  maka politik itu bergantung pada bagaimana manusia memenuhi keinginan-keinginan politiknya, dan Perilaku politik tidak tergantung pada organisasi formal, melainkan pada perilaku warga negara yang menjadi subyeknya. hal ini berarti, politik itu tidak ada tanpa adanya input perilaku manusia.

Kalau begitu, semua orang yang belaja Politik itu pada dasarnya merupakan Behavioralism. mengingat semua fenomena politik itu tergantung pada perilaku manusia. dalam melakukan studinya, penganut pendekatan ini biasanya mengajukan sejumlah pertanyaan :

1. Prilaku Politik seperti apakah yang terjadi ?
2. Apa atu siapakah yang menentuka perilaku itu ?
3. Bagaimana kita menjelaskan perilaku itu ?

Di dalam memahami dan menjelaskan suatu peristiwa atau fenomena politik, para penganut pendekatan perilaku politik lebih menaru perhatian pada sebab-sebab dan efek-efek dari perilaku politik manusia. Hal ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang lebih menekankan pada deskripsi lembaga-lembaga politik formal.

 

Secara lebih Rinci terdapat perbedaan didalam memahami masalah antara pendekatan Perilaku dan yang lain :

Pertama, Berkaitan dengan masalah fact dan Value. di dalam ilmu politik terdapat dua tradisi didalam memahami keterkaitan antatra fact dan value . tradisi pertama berpandangan bahwa tugas para ilmuanpolitik adalah bagaimana menemukan keputusan-keputusan apa, institusi-institusi, orang, atau ideologi-ideologi yang secara moral superior terhadap yang lain. Disini, aspek “moral judgement” menjadi penting.
Tradisi kedua,
lebih menekankan pada realitas atau fakta atau akumulasi pengetahuan tentang”apa ini”. Tugas ilmuan adalah untuk menjelaskan dan mendiskrpsikan fakta-fakta itu.

Kedua, adalah berkaitan dengan “generalization” dan “Specifies”. para penganut pendekatan perilaku lebih menekankan pada pentingnya “generalization”, yang berangkat dari fakta-fakta empiris di dalam membuat kesimpulan-kesimpulan. asumsi dasarnya adalah bahwa manusia itu mengikuti pola-pola yang teratur , dan pola-pola demikian bisa diketahui. Bahkan, tindakan manusia yang terisolasi itu tidaklah unik, karena tindakan manusia yang satu dengan yang lain itu memolah. melalui generalisasi itu bisa dilakukan prediksi terhadap perilaku manusia. misalnya ketika ada generalisasi bahwa “pendidikan itu berkaitan dengan minat orang terhadap politik” kita bisa melakukan prediksi orang yang berpendidikan rendah itu memiliki minat yang rendah pula dengan politik.

Ketiga, berkaitan dengan masalah “explanation” dan “description”.  meskipun generalisasi itu dianggap penting, namun ada anggapan bahwa tidak sepenuhnya generalisasi itu dianggap benar. ada sesuatu yang dipandang sebagai “exception”. penilaian ini khususnya datang dari para ilmuan yang melihat bahwa ilmu-ilmu sosial itu berbda dengan ilmu alam. untuk itu masalah lain yang dijadikan rujukan untuk memahami argumentasi pendekatan perilaku adalah berkaitan dengan masalah explanation dan description. pada kenyataannya apa yang dibahas bukan sekedar “apa yang dilakukan orang”, melainkan juga pada “mengapa orang melakukan hal itu ?”

Keempat, berkaitan dengan masalah Learning dan discovery. didalam melakukan penelitian, terdapat dua hal penting, disatu pihak ada “learning” terhadap apa yang sudah diketahui, dan dipihak lain perlu ada enambahan pengetahuan yang sudah ada “discovery”. para pendekatan perilaku tidak hanya berkaitan dengan bagaimana memahami atau mempelajari apa yang sudah ada, melainkan juga menemukan sesuatu yang baru.

Kelima, berkaitan dengan masalah “analisis” dan “subtantif”. pendekatan perilaku lebih menekankan pada analisis masalah bukan sekedar subtansi masalah

No comments:

Post a Comment