October 23, 2010

Melihat Civil Society dari berbagai pandangan Filsuf dalam berbagai Periode

Periode Klasik (Plato)
Definisi Civil Society
Plato membagi tiga golongan kelas dalam negara berdasarkan tiga bagian jiwa yang dimiliki masyarakat. Golongan pertama, para penasihat ’akal’, bertindak sebagai penguasa negara yang mengatur proses yang ada di negara. Golongan kedua militer atau para pembantu’Semangat’, memiliki karakteristik tidak boleh memiliki harta pribadi kecuali kebutuhan pokok sehari-hari, tidak boleh mempunyai rumah pribadi harus tingal di asrama, tidak boleh terlibat dalam urusan emas dan perak. Golongan ketiga, para penghasil kebutuhan ’Napsu’, memiliki karakteristik diperkenankan memiliki harta milik pribadi dengan ketentuan tidak boleh menjadi kaya namun juga tidak boleh menjadi miskin.
Masing-masing golongan menjalankan fungsinya yang sanggup menguasai diri sesuai dengan panggilannya yang ditentukan oleh bakat kemampuan dan keterampilan.
Fungsi Institusi
menurut definisi civil society menurut plato diatas, diperoleh hubungan antara ketiga golongan. Dimana Kelas pembantu atau militer bertanggung jawab terhadap pengawalan dan keamanan negara atau golongan penasihat yang semua kebutuhan mereka (militer) harus disediakan oleh kelas penghasil. Kelas penghasil dijaga agar tidak terlalu kaya (agar tidak malas), dan juga tidak terlalu miskin (tidak mamu). Sedangkan kelas penasihat mengatur segala urusan yang ada dalam negara, dimana termasuk dalam kinerja golongan militer dan kelas penghasil.
Hubungan dengan Demokrasi
Menurut fungsi institusi yang didapat dari menghubungkan dari masing-masing golongan, maka dapat dikatakan bahwa negara dalam konsep Plato merupakan bentuk Komunis terbatas dimana dipimpin oleh seorang yang bijak atau filsuf. Plato berkata ”.....saya berani mengatakan bahwa tidak ada negara...yang akan menjadi sempurna sampai para filsuf yang menguasai negara”. Dalam pernyataan ini terlihat bahwa Plato sangat mengkritik demokrasi dalam tiga alasan yaitu, Pertama, demokrasi mengarah pada “aturan gerombolan” yang dengan kekuasaannya menjadi kaki tangan “pencari kenikmatan” yang tujuan utamanya kepuasan dari hasrat yang sesaat. Kedua, demokrasi mengarah pada aturan yang dikendalikan kaum pandir yang memiliki keterampilan retorika, namun tidak memiliki pengetahuan yang benar. Ketiga, demokrasi mengarah pada ketidaksepakatan dan pertikaian yang secara intrinsik buruk dan harus dihindarkan.
Kritik Plato atas demokrasi memang meyakinkan, dan persis seperti yang kita alami. Solusi yang ditawarkan Plato sekilas menjanjikan. Tetapi, siapa yang kini pantas dianggap figur manifestasi perpaduan filosof-raja? Jika dibaca dalam perspektif berkebalikan, kritik Plato dapat digunakan untuk memperbaiki demokrasi.
Periode Modern (John Locke)
Definisi Civil Society
Civil Society dalam pemikiran Locke merupakan orang yang menyerahkan sebagian hak alamiahnya (hak milik, hak hidup, dan hak kemerdekaan), untuk menjalankan hukum alam kepada komunitas yang terbentuk. individu tidak menyerahkan kepada kepada komunitas hak-hak alamiah yang subtansial, tetapi hanya hak melaksanakan hukum alamiah. Dan badan yang diserahi kekuasaan masuk ke dalam perjanjian, sehingga terikat dalam kontrak. Dasar kontrak adalah ikatan kepercayaan, dan suara bulat diperluka untuk membentuk perjanjian sosial, ketika orang setuju dalam kontrak sosial maka terikat dalam keputusan mayoritas.
Fungsi Institusi
Karena badan ini dibentuk berdasarkan kontrak sosial atau perjanjian, maka fungsi badan ini tergantung dari apa yang disepakati, dalam pemikiran Locke yang ditarabelakangi banhwa, manusia memiliki hak alamiah, maka fungsi dari badan ini untuk menjaga hak milik tersebut. Dalam implikasinya dalam negara kontrak sosial ini digunakan untuk membatasi kekuasaan, yang dintentukan dari tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Suara mayoritas merupakan dasar bagi pembentukan kontrak sosial ini, dimana yang sangat menghargai kebebasan.
Hubungan dengan Demokrasi
Locke yakin seyakin-yakinnya bahwa tiap manusia memiliki hak alamiah, dan ini bukan sekedar menyangkut hal hidup, tetapi juga kebebasan pribadi dan hak atas pemilikan sesuatu. Tugas utama pemerintah adalah melindungi penduduk dan hak milik warga negara. Konsep hak-hak alamiah Locke yang dalam perkembangannya kemudian di masa modern hak-hak dasar ini bertambah jumlahnya dan menjadi konsep utama dalam mengembangkan pemikiran tentang demokrasi dan human rights (Hak Asasi Manusia). Selain itu, Karena tujuan dibentuknya negara dan kekuasaan politik adalah untuk melindungi dan menjaga kebebasan sipil, maka negara juga diperbolehkan untuk menggunakan kekerasan, selama penggunaannya hanya dipergunakan untuk melindungi kebebasan sipil. Hukuman bagi orang yang melanggar hukun adalah suatu hal yang baik apalagi tujuannya adalah untuk keamanan semua masyarakat. Dengan hukum yang baik, suatu Negara dapat menuju tujuan yang ingin dicapai dengan baik pula.
Periode Kontemporer (GWF Hegel )
Definisi Cicil Society
Menekankan nilai penting keberadaan kelas menengah dan penguatan mereka, khususnya dalam sektor ekonomi. Hegel mengembangkan gagasan civil society dalam tiga wilayah yaitu keluarga, civil society dan negara. Keluarga adalah ruang peribadi dimana terdapat hubungan individu yang harmonis, tempat sosialisasi individu sebagai bagian dari masyarakat. Ruang bagi keluarga adalah ruang yang sifatnya partikular (khusus). Civil society adalah tempat bagi pemenuhan kepentingan ekonomi individu-individu dan kelompok. Dan negara adalah aktor yang mempunyai kekuasaan politik sebagai representasi ide universal untuk melindungi kepentingan politik warga oleh karena itu berhak melakukan intervensi terhadap kehidupan civil society. Ruang negara adalah universalitas. Hegel mengkonsepkan negara sebagai representasi kekuatan universal, dan mensubordinasikan posisi civil societ.
Civil society adalah bayi yang dilahirkan oleh modernitas dimana ada kebebasan subjektif, kepentingan yang didefiniskan secara personal. Yang sangat membedakan antara Hegel dengan pemikir-pemikir awal adalah, dia menarik civil society dari identitas ekonomisan. Baginya, civil society memang adalah produk dari kapitalisme, yang merefleksikan etika pasar, namun eksistensinya dapat dibedakan dengan economic society. Misalnya Hegel mencontohkan relasi negara dengan keluarga.
Fungsi Institusi
Civil society berfungsi sebagai ruang dimana terjadi komunikasi, relasi dialektis antara kekhususan (keluarga) dengan universalitas (negara). Di mana terjadi negosiasi, dan kompromi. Namun bukan berarti ada kebebasan dan hak-hak dimana negara tidak dapat melakukan intervensi, seperti dalam konsep liberal. Dan, tidak akan ada kontradiksi antara individu dengan masyarakat. Apabila tatanan civil society sudah membentuk ethical life dimana setiap orang dapat dengan bebas membagi ide, mengingatkan masyarakat lain akan tugas-tugasnya. Kebebasan dalam tatanan civil society harus melibatkan unsur rasionalitas dan penghormatan terhadap tatanan sosial. Keberlangsungan tatanan civil society ini dapat dipertahankan dengan adanya pengorganisasian secara pedagogi (pendidikan) dan institusionalisasi.
Ada beberapa catatatan mengenai individualisme dan civil society dalam konsepsi Hegel. Pertama, tugas dari individu adalah untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan subjektifnya, dan dalam menjadi buruh adalah aktivitas sosial. Buruh membawa individu menjalin kontak dengan individu lain, sehingga terbentuk interdependensi sosial. Yang kedua, kepentingan individu hanya akan mendapatkan substansi hanya ketika menjadi bagian dari masyarakat. Ketiga, pembangunan ekonomi membawa pada kenaikan interaksi sosial, integritas dan komunitas.
Hubungan dengan Demokrasi
Pandangan Hegel mengenai demokrasi, menurutnya demokrasi pada masanya dan sedikit pada masa sekarang bukanlah hasil akhir dan terbaik dari bentuk negara yang ada. Hegel dikenal sebagai pemikir yang mengedepankan disposisinya berkaitan dengan nilai-nilai kristiani. Ia menarasikan bahwa negara bukanlah alat melainkan tujuan itu sendiri sehingga untuk kebaikan bersama, maka rakyat harus menjadi abdi negara.
Posisi individu dalam pemikirannya, tidak mungkin bertentangan dengan negara, akan tetapi keberadaannya tetap diakui. Pemirikirannya yang seperti ini berasa dari pengarku pemikiran Kristiani Protestanisme. Konsepnya yang meletakkan rakyat harus sebagai abdi negara seolah menjustifikasi adanya bentuk negara yang demokratis, dalam tanda kutip. Dalam tanda kutip, artinya dengan suatu persyaratan bahwa warganegara wajib dibekali dan memiliki pengetahuan ketatanegaraan untuk kemudian diberi wewenang untuk menjalankan kedaulatan. Akan tetapi, pemikirannya yang Kristiani Protestanisme seolah menegaskan negara dengan orientasi nilai kebaikan yang berlandaskan pada ketuhanan. Seolah Hegel nampak menempatkan kembali negara dengan kekuasaan di tangan abdi negara dan agama dalam posisi sejajar, dan equal.
 
By. Pambudi04 / S4NJ1.04

No comments:

Post a Comment